Sabtu, 21 Maret 2009

Liberalisme dan Sekulerisme dalam Al-Majalah Al-Ahkam Al-Adaliyah

Majallah al-Ahkam al-Adaliyah adalah kitab undang-undang hukum perdata Islam yang disusun pemerintah Turki Usmani pada tahun 1800-an. Kitab ini terdiri dari 1851 pasal dan disusun selama tujuh tahun.”
Sebagaimana diketahui Majallah al-Ahkam dan Qanun Qarar al-Huquq al-‘A-ilah al-Utsmaniyah yang lahir beberapa dekade setelahnya adalah merupakan produk konstitusi yang lahir pasca Tanzhimat Ustmani tahun 1800-an yang berupaya mengadopsi pola pikir barat demi menandingi kemajuan barat saat itu (Antony Black, 2001) .
Reformasi konstitusi yang dikemudian hari melahirkan benih-benih sekularisme, liberalisme dan nasionalisme dangkal berdasarkan cinta tanah air (Patrie:Wathan) ansich. Dalam ranah ekonomi sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Ali—Tokoh Tanzhimat Utsmani yang bersekutu dengan Inggris—bahwa tidak ada lagi jalan untuk memajukan bangsa Turki selain dari menerapkan formula pembangunan ala Eropa.
Sejarah reformasi Turki Utsmani sering dirujuk oleh kalangan muslim dalam hal apapun; Hukum, ekonomi dan politik. Padalah Tanzimat ini merupakan sejarah perselingkuhan tokoh-tokoh sekuler dengan pihak inggris yang menghendaki kehancuran Khilafah Turki Utsmani.
Hasan Pasya dan putranya Ali Abdul Rajik adalah sosok yang terheboh dan paling kontroversial disepanjang sejarah moderen Islam Turki dan Mesir. Ayahnya, Hasan Pasya adalah sekutu tetap Inggris dalam upaya memerdekakan Mesir dari kekhalifahan Turki Utsmani. Sedangkan Ali Abdul Razik adalah ulama Al-Azhar yang dengan serampangan melontarkan gagasan sekularisasi politik Islam dan menghapus kekhalifahan seraya menganggapnya sebagai sejarah kelam ummat Islam.
Dr. Muhammad Dhia’uddin ar-Rayis dan beberapa ulama lainnya di Mesir telah membuktikan bahwa betapa tesis Abdul Razik bukan sebuah karya ilmiah sejati, melainkan karangan fiktif yang ide asasinya tentang hubungan Islam dengan masyarakat atau hakikat negara dan pemerintahan Islam merupakan pemikiran yang keliru. Sayang, dikemudian hari benih-benih pikiran kontroversialnya justru dianggap seksi dan unik oleh kalangan liberal Islam, sehingga dapat merasuki kecenderungan teori hukum maupun politik ummat Islam.
Dari sisi ekonomi tak ayal muatan idiologi kapitalisme bersemayam secara terapis dalam konstitusi hasil tanzhimat kaum yuridis Turki Utsmani. Dekrit reformasi Utsmani yang dikeluarkan sewaktu perang Crimea (1856) bahkan dikhususkan untuk memperbaiki posisi kaum minoritas agama (baca:Penguasa) diatas puncak kekuasaan Turki Utsmani.
Reformasi tersebut secara terang-terangan merekomendasikan pengembangan sektor ekonomi melalui kebijakan yang serba monopolistik. Sedang perubahan yang paling mencolok dalam bahasa ekonomi-politik adalah pengenalan kata ”warga negara” (teb’a: sebuah neologisme) untuk menyebut penduduk negara, istilah yang berbeda dengan kategori-kategori berdasarkan agama ataupun jabatan yang biasa digunakan.
Fakta bahwa ide-ide liberal Eropa yang diakomodasi oleh penguasa saat itu semakin memperkuat posisi kesultanan, bisa kita lihat dari tidak adanya upaya untuk membentuk lembaga perwakilan. Turki Utsmanipun kian menjadi tiran lantaran berubahnya peran tradisional ulama dan syari’at yang menjadi alat untuk melegitimasi kekuasaan negara.
Dan ternyata, cepatnya penyusunan draft KHES atau Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah diketahui setelah Tim Penyusun merujuk kitab Majallah al-Ahkam tersebut........

Tidak ada komentar: